Sabtu, 30 Januari 2010

SAMPAH ORGANIK SEBAGAI SUMBER BIOGAS

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Krisis energi yang melanda negeri ini diperkirakan masih akan berlangsung beberapa tahun ke depan. Di tengah persoalan tersebut, pengembangan energi baru dan terbarukan menjadi solusi alternatif. Pemerintah telah mengeluarkan Blue Print Pengelolaan Energi Nasional Periode 2005—2025 yang merupakan penjabaran dari Kebijakan Energi Nasional (Peraturan Presiden No.5 Tahun 2006). Dalam cetak biru itu, peranan energi baru dan terbarukan ditargetkan meningkat menjadi 4,4% pada tahun 2025.

Pengembangan bioenergi seperti biogas merupakan salah satu langkah untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbaharui, misalnya Bekasi yang salah satu kotanya yakni Bantargebang dijadikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Hal ini tentu saja membuat Bekasi kaya akan sampah organik yang merupakan salah satu bahan baku biogas.

Pemanfaatan bioenergi sebagai sumber energi alternatif khususnya biogas di Indonesia merupakan langkah yang tepat untuk mengurangi ketergantungan terhadap gas elpiji yang harganya mahal dan keberadaannya yang langka di masyarakat. Selain itu, biogas juga bisa menghasilkan energi listrik yang cukup besar. Pengembangan biogas di daerah-daerah yang berpotensi untuk memproduksinya misalnya Bekasi dengan Tempat Pembuangan Akhir Sampah yang berlokasi di Bantargebang merupakan suatu langkah untuk membuka lapangan kerja baru dan sekaligus untuk mengurangi jumlah sampah, khususnya

sampah organik.

B. MASALAH

Kelangkaan sumber-sumber energi seperti gas elpiji dan berkurangnya debit air akibat musim kemarau di waduk-waduk pembangkit listrik membuat Pembangkit Listrik Tenaga Air kurang berfungsi dan menyebabkan pemadaman listrik bergilir di beberapa daerah. Hal ini tentu saja akan merugikan masyarakat yang kegiatan sehariharinya menggunakan listrik. Fenomena-fenomena tersebut dapat terjadi karena sampai sekarang pemerintah dan masyarakat pada umumnya terkesan masih mengabaikan keberadaan bioenergi atau sumber energi baru yang berpotensi sangat besar untuk dikembangkan.

C. TUJUAN

Tujuan dari karya tulis ilmiah ini adalah untuk pemanfaatan bioenergi sebagai sumber energi alternatif khususnya biogas di Indonesia merupakan langkah yang tepat untuk mengurangi ketergantungan terhadap gas elpiji yang harganya mahal dan keberadaannya yang langka di masyarakat. Selain itu, biogas juga bisa menghasilkan energi listrik yang cukup besar.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Karakteristik Biogas

Biogas didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik (seperti kotoran hewan, kotoran manusia, jerami, sekam, dan daun-daun hasil sortiran sayur) difermentasi atau mengalami proses metanisasi. Biogas terdiri dari campuran metana (50--75%), CO2 (25--45%), serta sejumlah kecil H2, N2, dan H2S. Berikut adalah tabel 1. yang berisi komposisi biogas

Tabel 1. Komposisi Biogas

Komponen

Konsentrasi

Metana

50-75% vol

Karbon Dioksida

25-45% vol.

Air

2-7% vol. (20-40o C)

Hidrogen sulfida

20-20.000 ppm

Nitrogen

<>

Oksigen

<>

Hidrogen

<>

Dalam aplikasinya, biogas digunakan sebagai gas alternatif untuk memanaskan dan menghasilkan energi listrik. Kemampuan biogas sebagai sumber energi sangat tergantung dari jumlah gas metana. Setiap 1 m3 metana setara dengan 10 kwh. Nilai ini setara dengan 0,6 fuel oil. Sebagai pembangkit tenaga listrik, energi yang dihasilkan oleh biogas setara dengan 60—100 watt lampu selama enam jam penerangan. Berikut adalah Tabel 2. yang berisi nilai kesetaraanbiogas dan energi yang dihasilkannya.


Tabel 2. Nilai kesetaraan biogas dan energi yang dihasilkannya

Aplikasi

1 m3 Biogas Setara dengan

Penerangan

60—100 watt lampu bohlam selama enam jam

Memasak

Dapat memasak tiga jenis bahan makanan untuk

keluarga (5—6 orang)

Pengganti Bahan Bakar

0,7 kg minyak tanah

Tenaga

Dapat menjalankan satu motor tenaga kuda selama dua jam

Pembangkit Tenaga

Listrik

Dapat menghasilkan 1,25 kwh listrik

B. Sumber Bahan Baku Biogas

Biogas adalah gas yang mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya, semua jenis bahan organik yang diproses untuk menghasilkan biogas, tetapi hanya bahan organik yang padat dan cair homogen, seperti kotoran urin hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Diperkirakan ada tiga jenis bahan baku yang prospektif untuk dikembangkan sebagai bahan baku biogas di Indonesia, antara lain kotoran hewan dan manusia, sampah organik, dan limbah cair.

1. Kotoran Hewan dan Kotoran Manusia

Berdasarkan hasil estimasi, seekor sapi dalam satu hari dapat menghasilkan kotoran sebanyak 10—30 kg. Seekor ayam meghasilkan 25 g/hari,dan seekor babi dewasa dengan berat 4,5--5,3 kg/hari. Berdasarkan hasil riset yang pernah ada diketahui bahwa setiap 1 kg kotoran ternak sapi berpotensi menghasilkan 360 liter biogas dan 20 kg kotoran babi dewasa bisa menghasilakan 1,379 liter biogas.

2. Sampah Padat Organik

Secara garis besar sampah dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu anorganik,organik, dan khusus. Sampah organik berasal dari bahan-bahan penyusuntumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, kegiatan rumah tangga, industri atau kegiatan lainnya ( sampah dapur, sisa sayuran, kulit buah, buah busuk, kertas, daun-daunan, jerami,dan sekam). Sampah organik ini dengan mudah dapat diuraikan dalam prosesalami.Berdasarkan hasil penelitian, pembuatan biogas dari sampah organik menghasilkan biogas dengan komposisi metana 51,33--58,58% dan gas CO2 41,82--48,67%. Percampuran sampah organik tersebut dengan kotoran hewan dapat meningkatkan komposisi metana dalam biogas.

3. Limbah Organik Cair

Limbah cair merupakan sisa pembuangan yang dihasilkan dari suatu proses yang sudah tidak dipergunakan lagi. Kegiatan-kegitan yang berpotensi sebagai penghasil limbah cair antara lain kegiatan industri, rumah tangga, peternakan, dan pertanian. Saat ini, kegiatan rumah tangga mendominasi jumlah limbah cair dengan persentase sekitar 40% dan diikuti oleh limbah industri 30% dan sisanya limbah rumah sakit, pertanian, peternakan, atau limbah lainnya. Komponen utama limbah cair adalah air (90%), sisanya yaitu bahan padat yang bergantung pada asal buangan tersebut. Tidak semua limbah cair dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku penghasil biogas. Limbah tersebut antara lain urin hewan ternak, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair industri seperti industri tahu, tempe, tapioka, brem, dan rumah potong hewan. Pengolahan limbah cair untuk biogas dilakukan dengan mengumpulkan limbah cair dalam digester anaerob yang diisi dengan media penyangga yang berfungsi sebagai tempat melekatnya bakteri anaerob.

C. Manfaat Biogas

Pemanfaatan kotoran ternak atau manusia sebagai bahan baku biogas akan mengatasi beberapa masalah yang ditimbulkan kotoran tersebut bila dibandingakn dengan limbah hanya dibiarkan menumpuk tanpa pengolahan. Kotoran hewan yang menumpuk dapat mencemari lingkungan. Jika kotoran tersebut terbawa air masuk ke dalam tanah atau sungai akan mencemari air tanah dan air sungai. Selain itu, kotoran tersebut juga dapat membahayakan kesehatan manusia karena mengandung racun dan bakteri-bakteri patogen seperti E.coli. Limbah yang menumpuk dapat menyebabkan polusi udara, berupa bau yang tidak sedap, menyebabkan penyakit pernapasan (ISPA), terganggunya kebersihan lingkungan, dan dapat menimbulkan efek rumah kaca yang ditimbulkan oleh gas metana. Penerapan biogas juga memberikan dampak terhadap perkembangan peternakan di Indonesia, yaitu dapat meningkatkan jumlah petani serta peternak dan secara otomatis meningkatkan populasi ternak. Selain itu, peternak dapat memasak dengan murah, bersih, ramah lingkungan, mendorong kelestarian alam, meningkatkan produksi ternak, menghemat devisa negara, dan mendukung perbaikkan ekonomi masyarakat. Selain itu limbah hasil pembuatan biogas tidak dibuang begitu saja tetapi dibuat pupuk yang kaya akan nutrisi.


BAB III

PEMBAHASAN

A. Proses Pembuatan Biogas dengan Metode Digester

Dalam pembangunan biodigester, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:

1. Lingkungan abiotis

Biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan abiotis (tanpa kontak langsung dengan Oksigen (O2). Udara (O2) yang memasuki biodigester menyebabkan penurunan produksi metana, karena bakteri berkembang pada kondisi yang tidak sepenuhnya anaerob.

2. Temperatur

Secara umum, ada 3 rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri, yaitu:

a. Psicrophilic (suhu 4° – 20° C) - biasanya untuk negara-negara subtropis

atau beriklim dingin;

b. Mesophilic (suhu 20° – 40° C);

c. Thermophilic (suhu 40° – 60° C) - hanya untuk men-digesti material, bukan untuk menghasilkan biogas.

Untuk negara tropis seperti Indonesia, digunakan unheated digester (digester tanpa pemanasan) untuk kondisi temperatur tanah 20° – 30° C.

Model Biodigester yang Digunakan

a. Floating dome

Pada tipe ini terdapat bagian pada konstruksi reaktor yang bisa bergerak untuk menyesuaikan dengan kenaikan tekanan reaktor. Pergerakan bagian reaktor ini juga menjadi tanda telah dimulainya produksi gas dalam reaktor biogas.Pada reaktor jenis ini, pengumpul gas berada dalam satu kesatuan dengan reaktor tersebut.

b. Bak (batch)

Pada tipe ini, bahan baku reaktor ditempatkan di dalam wadah (ruang tertentu) dari awal hingga selesainya proses digesti. Umumnya digunakan pada tahap eksperimen untuk mengetahui potensi gas dari limbah organik.

3. Seluruh tangki biodigester di bawah permukaan tanah

Model ini merupakan model yang paling popular di Indonesia, dimana seluruh instalasi biodigester ditanam di dalam tanah dengan konstruksi yang permanen, yang membuat suhu biodigester stabil dan mendukung perkembangan bakteri methanogen.

B. Komponen Biodigester

Komponen pada biodigester sangat bervariasi, tergantung pada jenis biodigester yang digunakan. Tetapi, secara umum biodigester terdiri dari komponen-komponen utama sebagai berikut:

1. Saluran masuk sampah organik, digunakan untuk memasukkan sampah organik ke dalam reaktor utama. Pencampuran ini berfungsi untuk memaksimalkan potensi biogas, memudahkan pengaliran, serta menghindari terbentuknya endapan pada saluran masuk.

2. Saluran keluar residu, digunakan untuk mengeluarkan sampah organik yang telah difermentasi oleh bakteri. Saluran ini bekerja berdasarkan prinsip kesetimbangan tekanan hidrostatik.

3. Katup pengaman tekanan (control valve), digunakan sebagai pengatur tekanan gas dalam biodigester. Katup pengaman ini menggunakan prinsip pipa T. Bila tekanan gas dalam saluran gas lebih tinggi dari kolom air, maka gas akan keluar melalui pipa T, sehingga tekanan dalam biodigester akan turun.

4. Sistem pengaduk, dilakukan dengan berbagai cara, yaitu pengadukan mekanis, sirkulasi substrat biodigester, atau sirkulasi ulang produksi biogas ke atas biodigester menggunakan pompa. Pengadukan ini bertujuan untuk mengurangi pengendapan dan meningkatkan produktifitas biodigester karena kondisi substrat yang seragam.

5. Saluran gas, disarankan terbuat dari bahan polimer untuk menghindari korosi. Untuk pembakaran gas pada tungku, pada ujung saluran pipa bisa disambung dengan pipa baja antikarat.

6. Tangki penyimpan gas, terdapat dua jenis tangki penyimpan gas, yaitu tangki bersatu dengan unit reaktor (floating dome) dan terpisah dengan reaktor (fixed dome). Untuk tangki terpisah, konstruksi dibuat khusus sehingga tidak bocor dan tekanan yang terdapat dalam tangki seragam, serta dilengkapi H2S Removal untuk mencegah korosi.

C. Kendala dalam Menjadikan Sampah Organik Sebagai Sumber Biogas

a. Penanganan dan Pengelolaan Sampah Belum Optimal

Penanganan dan pengelolaan sampah hingga saat ini belum optimal. Di daerah perkotaan baru 11,25% sampah diangkut oleh petugas, 63,35% sampah ditimbun atau dibakar, 6,35% sampah dibuat kompos, dan 19,05% sampah dibuang di sungai atau sembarangan. Sementara di daerah perdesaan, sebanyak 19% sampah diangkut oleh petugas, 54% sampah ditimbun atau dibakar, 7% sampah dibuat kompos, dan 20% sampah dibuang ke kali atau sembarangan.

b. Kurangnya Pengetahuan Masyarakat Akan Pentingnya Biogas

Kebanyakan masyarakat di daerah kota adalah pendatang dari daerah lain yang cenderung memiliki sifat individualisme yang tinggi. Mereka sering berpikir tidak mempedulikan sesama dan kurang memperhatikan lingkungan. Sifat inilah yang menyebabkan sampah yang ada di daerah kota menumpuk dan tidak dimanfaatkan. Terlebih lagi pengetahuan tentang biogas yang sangat minim sekali. Mereka tidak mengetahui bahwa sampah yang mereka hasilkan dapat menghasilkan biogas.

c. Dukungan dari Pemerintah Belum Optimal

Pemerintah belum mendukung pengolahan biogas dari sampah organik secara utuh. Hal ini dapat terlihat dari kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengolahan sampah tersebut. Sampah yang sudah ada hanya dibiarkan saja tanpa mendapat perlakuan apapun.

D. Solusi untuk Menjadikan Sampah Organik sebagai Penghasil Biogas

a. Diperlukan Kesadaran dari Masyarakat dalam Penanganan dan Pengelolaan Sampah

Kesadaran dari masyarakat sangat diperlukan agar tidak ada lagi sampah yang mengotori lingkungan. Hal ini dapat dimulai dari diri sendiri dan selalu mengingatkan orang lain yang membuang sampah sembarangan.

b. Membuat Suatu Penyuluhan Sampah Menjadi Biogas

Pemerintah seharusnya membuat suatu penyuluhan yang menyadarkan akan pentingnya biogas agar masyarakat semakin paham dan mengerti bahwa sampah yang mereka hasilkan dapat dimanfaatkan untuk mengatasi krisis didalam negeri ini. Penyuluhan tersebut tidak hanya membahas tentang sampah saja. Namun juga membahas tentang pengolahan sampah hingga bisa dibuat menjadi biogas yang bermanfaat.

c. Pemerintah Membuat Suatu Program Pengolahan Sampah

Pemerintah nampaknya mulai menyadari arti pentingnya biogas dan bahaya sampah. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah kota bersama Pemerintah Daerah Pusat akan membuat suatu program yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Sampah yang akan mengurangi jumlah sampah yang ada di daerah kota. Namun dukungan dari pemerintah saja belum cukup tanpa adanya dukungan dari masyarakat daerah kota.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Potensi Daerah kita untuk mengembangkan biogas sangat besar karena jumlah sampah organik yang sampai ke TPA setiap harinya sebesar 6.000 ton dan 70%-nya adalah sampah organik. Pengelolaannya pun cukup sederhana dan tidak memerlukan banyak biaya. Biogas juga lebih ramah lingkungan dan bisa mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sumber energi yang tak terbarukan.

Namun usaha untuk memproduksi biogas dari sampah organik sampai saat ini belum maksimal karena kurangnya dukungan dari masyarakat dan pemerintah. Selain itu pengetahuan masyarakat mengenai biogas masih kurang sehingga pemanfaatannya di masyarakat pun menjadi kurang sehingga pada akhirnya biogas cenderung diabaikan. Padahal jika dikembangkan secara serius biogas dapat membuka lapangan kerja baru dan menambah pendapatan daerah.

B. Saran

Krisis energi yang sudah di depan mata mewajibkan siapa saja untuk mengembangkan dan menggunakan energi alternatif baru dan terbarukan khususnya biogas. Potensi Daerah kita sangat besar untuk mengembangkan biogas berbahan baku sampah organik. Namun, untuk memanfaatkan potensi yang ada dibutuhkan penanganan yang serius, karena itu diperlukan kerja sama antara pemerintah setempat dengan masyarakat. Jadi diharapkan konsumen dari biogas itu sendiri dimulai dari masyarakat setempat dan pemerintah membantu dengan memberikan modal bagi para pengusaha biogas untuk memajukan usahanya.